Powered By Blogger

Cari Blog Ini

Selasa, 26 Oktober 2010

TANJUNG,my Village perang bodel seassion

TANJUNG
                Tanjung,sebuah desa indah yang terletak di kecamatan Sekadau Hilir,kabupaten Sekadau,Kalimantan Barat.Penduduk Desa Tanjung(sampai pada tanggal ......)berjumlah......,desa tanjung merupakan salah satu dari 14 desa yang terdapat di Kecamatan Sekadau Hilir.
                Secara geografis,letak desa Tanjung terdapat di antara Sungai Kapuas dan Sungai kecil yang biasa di sebut sungai sekadau,masyarakat desa tanjung bermukim di sepanjang pinggiran sungai kapuas dan sungai Sekadau,akses menuju desa tersebut dapat dilakukan melalui sungai dengan menggunakan kapal motor,namun sekarang akses ke desa tersebut sudah bisa melalui jalur darat dengan menggunakan sepeda motor ataupun mobil,dengan melewati jalan yanga berhubungan dengan jalan sintang,tepatnya daerah penanjung akses dapat dilakukan ke desa tanjung.
Adapun suku yang mendominasi desa tersebut adalah suku melayu dan agama mayoritasnya adalah agama Islam.Sebagian besar masyarakat desa tanjung mendapatkan penghasilan melalui pekerjaan seperti menyadap karet,mencari ikan /nelayan,tapi pada saat ini bidang pekerjaan masyarakat tersebut telah berkembang pesat dikarenakan telah banyak pemuda-pemuda asal desa tersebut yang telah berpendidikan hingga jenjang perguruan tinggi..
                Mengenai adat istiadat serta kegiatan yang secara turun temurun dilakukan masyarakat tanjung dan desa sekitarnya,cukup banyak dan panjang  bila diceriterakan sampai kepada asal muasal atau sejarahnya.Namun ada beberapa kegiatan khas dari desa tersebut juga masyarakat sekadau pada umumnya pada saat perayaan hari-hari besar ataupun moment-moment tertentu,bagi suku melayu,pada saat merayakan lebaran Idul Fitri ada sebuah kegiatan yang bisa dibilang cukup unik dan menarik,”PERANG BODEL”,begitulah biasanya masyarakat setempat menyebutnya.Hal-hal yang berkaitan dengan perang bodel,mulai dari persiapan hingga pelaksaan perang pada malam Idul Fitri akan kita bahas sedetail mungkin disini serta beberapa dokumentasi yang akan membantu kita mencerna uniknya adat tersebut juga akan kita post.


      Setiap daerah pasti memiliki suatu kebiasaan yang unik dan menarik yang memiliki nilai serta makna didalamnya,dan kebiasaan-kebiasaan tersebut dilaksanakan pada saat-saat tertentu.Kemudian kebiasaan-kebiasaan tersebut menjadi ciri khas suatu daerah yang biasa kita sebut kebiasaan atau adat.

        Di daerahku,tepatnya di desa Tanjung,kecamatan Sekadau Hilir kabupaten Sekadau,terdapat suatu kebiasaan yang tidak  pernah dilewatkan pada setiap Hari Raya Idul Fitri,acara tersebut adalah Perang Meriam,begitu kami menyebutnya,Perang Meriam adalah suatu kebiasaan yang selalu dilaksanakan setiap Idul Fitri,tepatnya pada pertengahan malam idul fitri,setelah satu acara yang saya fikir juga merupakan ciri khas di tempat tinggalku,yaitu Takbir yang dilakukan kerumah-rumah  warga di desaku,takbir ke rumah-rumah ini dilakukan pada malam lebaran setelah selesai melaksanakan salat isa,kegiatan ini dilakukan dengan tujuan mempererat tali silaturahmi antar  warga setempat,dengan wejangan seadanya berupa makanan kecil serta minuman,masyarakat kami menggemakan takbir dari rumah kerumah,biasanya takbir dilakukan dalam ruang lingkup RT saja,hal ini menimbang bahwa desaku cukup besar dan penduduknya cukup banyak,jadi diperlukan waktu yang cukup lama bila harus menyelesaikan acara tersebut.

       Kembali kemasalah utama,untuk melaksanakan perang meriam tentunya diperlukan persiapan yang harus benar-benar matang,dari mulai membuat hingga menghias meriam yang akan digunakan untuk perang,satu keunikan perang meriam di desaku dari daereah lain adalah meriam yang digunakan tidak hanya meriam yang terbuat dari kayu besar dengan diameter  saja,tetapi juga duganakan meriam kecil yang memiliki diameter  10 sampai 15 sentimeter atau biasa kami menybutnya dengan nama Bodel.Meriam-meriam kecil  ini yang nantinya akan digunakan sebagai alat perang yang dillkaukan di sebuah sungai yang terletak diantara desaku dan Desa kampong Tobal oleh para pemuda dari kedua desa tersebut.


          Kurang lebih lima belas hari sebelum lebaran tiba,para pemuda sudah mulai mempersiapkan kerbet”meriam” yang nantinya akan digunakan dalam perang,dimulai dari mencari kayu yang tepat sebagai bahan meriam ,biasanya jenis kayu yang digunakan adalah jenis kayu yang kuat ,dangingnya atau seratnya tidak kusut saat di keruk bagian tengahnya dan berdiameter cukup besar yaitu pohon kayu durian,cempedak,atau  pohon onao”aren”.kayu-kayu ini biasanya  di dapat dari warga desa yang dengan suka rela menyumbangkan kayunya atau didapat dari membeli ke pemilik kayu,setelah mendapatkan kayu yang diingikan,kemudian kayu tersebut ditebang dengan menggunakan Chain Saw dan dipotong sesuai ukuran yang diinginkan,ukuran panjang meriam cukup bervariasi dari 5 sampai 8 meter,tergantung diameter kayu,setelah ditebang dan dipotong sesuai ukuran,kayu kemudian di bawa ke desa untuk  pengerjaan selanjutnya yaitu  membelah kayu menjadi dua bagian,hal ini bertujuan memudahkan membuat lubang pada tengah kayu,belahan kayu tersebut dikeruk dengan memahat kayu untuk membuat parit pada bagian tengahnya,pada bagian penyulap”penyulut” juga dibuat lubang berdiameter kira-kira 2 sentimeter,setelah kedua belah kayu selesai dipahat,kayu disatukan kembali.Penyatuan kayu ini tentunya tidak boleh sembarangan karena apabila dikerjakan asal-asalan sisi-sisi kayu bisa saja bocor atau tidak kedap udara,hal itu dapat mempengaruhi kulitas suara dari meriam tersebut.Biasanya untuk menghindari kebocoran pada sisi atau sambungan kayu ditambahkan  pakal”bahan dari seng atau karpet untuk menghindari kebocoran”.Setelah itu dilakukan penyimpaian atau nyimpai”proses menguatkan sambungan kayu yang telah dibelah agar menjadi kuat kembali”,kayu yang telah di satukan kembali tadi harus disimpai agar kuat dan tidak terpisah saat di bunyikan,bahan simpai biasanya menggunakan  rantai bekas motor atau uwi“rotan”,tetapi kami lebih memilih uwi dengan alasan uwi lebih kuat dibandingkan rantai motor,sifatnya lebih elastis sehingga dapat meredam tekanan dari dalam meriam ketika dibunyikan.
            
           Proses nyimpai diawali dengan melilitkan uwi pada tubuh meriam kemudian dipaku pada bagian ujungnya untuk mengunci agar tidak lepas,hal ini harus dilakukan dengan hati-hati dan hanya dilakukan oleh orang-orang tertentu saja,karena apabila ada kesalahan dalam menyimpai dapat menyababkan putusnya tali simpai pada saat dibunyikan .setelah nyimpai rampung,kerbet  dipercantik dengan hiasan-hiasan dari janur serta warna –warna  dari cat.
         
            Setelah pengerjaan kerbet selesai,dilanjutkan dengan membuat Bodel,Bodel merupakan meriam dengan ukuran lebih kecil yaitu kurang lebih 10 sampai 15 sentimeter dan panjang   bervariasi antara 1 sampai 3 meter,bahan yang digunakan untuk membuat bodel biasanya dari bambu jenis botong”bambu yang  berdaging tebal” dan biasa juga digunakan bahan kaleng  oli mesin diesel PLN,kaleng oli mesran atau kaleng lainnya yang berukuran sedang dan cukup tebal.Proses pembuatan bodel buluh”meriam bambu yang berukuran kecil”cukup sederhana yaitu hanya dengan melubangi ruas-ruas bambu hingga ruas kedua dari belakang kemudian membuat lubang pada bagian penyulap”penyulut”dengan ukuran kira-kira sebesar jari jempol orang dewasa atau disesuaikan dengan diameter bambu.Proses awal pembuatan bodel kaleng yaitu manyambung kaleng-kaleng yang terlebih dahulu dilubangi bagian ujung dan pangkalnya kecuali kaleng untuk bagian paling belakang atau untuk tempat penyulap,setelah proses panyambungan selesai,pada bagian paling belakang dibuat lubang penyulap,setelah itu bodel setengah jadi tersebut disimpai,proses menyimpai bodel bereda dengan cara menyimpai pada kerbet.Pada bodel bahan simpai terbuat dari bahan seng yang kemudian diperkokoh dengan balok kayu yang ditaruh dibagian bawah bodel.



                 Selesai proses membuat kerbet maupun bodel wajib dilakukan percobaan terhadap kualitas suara bodel dan meriam tersebut,bahan bakar yang digunakan untuk membunyikan kerbet adalah batu karbid,batu karbid yang telah disesuaikan ukurannya dengan lubang penyulut ini dimasukan kedalam kerbet melalui lubang penyulut dengan takaran tertentu.setelah karbid dimasukan ,kemudian ditambahkan sejumlah air dan di tutup pada bagian ujung serta bagian pemyulapnya agar fakum sehingga gas dari hasil reaksi karbid dan air terkumpul dan kemudian akan menimbulkan suara yang menggelegar apabila tersulut api.Dalam hal ini diperlukan perkiraan waktu yang tepat agar suara kerbet yang dihasilkan maksimal.Selanjutnya proses percobaan terhadap bodel,dengan menggunakan bahan bakar minyak tanah yang dimasukan kedalam bodel,bodel dipanaskan terlebih dahulu agar dapat menghasilakn suara yang baik dan nyaring.Biasanya pemanasan memerlukan waktu bebrapa menit untuk mencapai panas tertentu sehingga menghasilkan suara yang maksimal.





          Setelah semua  persiapan selesai,meriam kecil(bodel)dan meriam besar(kerbet) siap digunakan untuk perang.Malam perang dimulai setelah takbiran  selesai dilaksanakan,kira-kira pukul 00:00 atau lebih,bodel-bodel di bawa turun ke Sungai sekadau,sebuah sungai yang terletak di antara desa tanjung dan desa Kampong Tebal,perang ini dilakukan hanya untuk meramaikan hari lebaran saja,tidak ada tujuan yang menyangkut dengan spiritual dan magis,karena hal ini sudah menjadi kebiasaan sejak zaman dahulu,maka sampai sekarang perang tersebut menjadi kegiatan khas desa kami.

             Dimulai dari salah satu pihak antara desa Tanjung atau Kampong Tebal,suara-suara dentuman mulai terdengar memecah keheningan malam,namun seberapa ributpun suara-suara mariam tersebut,tak sedikitpun mengganggu warga setempat.Dengan menggunakan perahu yang bermuatan dua orang bodel dibawa kesungai sebagai meriam perang setelah dipanaskan,dalam satu perahu terdiri dari dua orang,satu orang sebagai pengamudi perahu dan satu lagi sebagai penyulap bodel.Perang ini terdiri dari dua kubu yang saling bersaing,yaitu kubu Tanjung dan kubu Kampong tobal,diantaranya akan dinyatakan menang apabila mampu lebaih lama bertahan disunga serta mapu mengepung lawan perangnya,strategi dalam perang ini seperti pada perang laut dimana antar pasukan berusaha memukul mundur lawannya hingga kembali ketempat asalnya.Dengan nyaringnya suara meriam-meriam tersebut,pere lascar perang antara dua kubu saling menekan satu sama lain,tak jarang ada yang perahunya karam ketika ditembak dengan suara meriam tersebut,tapi hal tersebut tidak menimbulkan rasa sakit hati pada pasukan perang,karena tujuan perang ini salah satunya adalah untuk memriahkan malam lebaran.



         Selain perang meriam yang dilakukan di sungai,juga dilakukan perang yang mempertandingkan suara meriam-meriam besar atau kerbet di daratan,dengan bahan pemicu suara dari karbid,antara desa kami dan desa seberang”kampong Tobal”saling bersaing suara meriam mana yang lebih nyaring.perang ini terus berlangsung hingga azan subuh terdengar.

          Sesekali diantara perang suara tersebut diselingi dengan kembang api yang membuncah kelangit untuk menambah  semaraknya malam lebaran.Kembang api dengan nyala meriahnya itu membuat keadaan perang disungai semakin seperti perang dilaut sungguhan,ditambah lagi nyala-nyala api yang keluar dari mulut bodel,seakan meriam-meriam itu mengeluarkan peluru yang siap menaklukkan pasukan dihadapannya.

        Adapun sejarah dari perang ini belum sempat saya tanyakan kepada orang-orang tua didesaku,karena cukup sulit mencari narasumber yang mengetahui dengan pasti sejarah dari tradisi ini.Banyak diantara mereka sudah meninggal dunia serta pikun,jadi sejarah pasti tantang  asalmula perang meriam ini belum bias saya tulis.


Foto by: Muhammad fakhrurozi

Tidak ada komentar:

Posting Komentar